SPW – Tidak ada hal dalam hidup yang lebih penting daripada yang sedang kamu pikirkan sekarang. Kali ini saya akan membahas buku berjudul Thinking, Fast and Slow karya Daniel Kahneman terkait cara kerja otak dalam mengambil sebuah keputusan.
Di otak kita, ada dua sistem yang selalu berebut kendali dalam menentukan perilaku kita sehari-hari. Dua sistem ini punya keunggulan dan kelemahannya masing-masing. Namun apabila kita menggunakan sistem yang salah di waktu yang tidak tepat, hasilnya justru berbahaya. Misalnya, ketika kita berusaha mengambil keputusan karir kita lima tahun ke depan, kita menggunakan sistem satu yang cepat, intuitif, dan emosional. Hasilnya, keputusan kita menjadi tidak matang dan mungkin saja akan kita sesali di masa depan. Dengan kita mengetahui cara berpikir, maka kita akan bisa mengambil keputusan dengan lebih baik di masa depan.
Tiga Hal Penting dari Buku Berjudul Thinking, Fast and Slow karya Daniel Kahneman:
Pertama, Dua Sistem dengan Satu Otak
Daniel Kahneman menjelaskan ada dua sistem di otak kita, sistem satu dan dua. Di sistem satu seringkali disebut dengan pikiran cepat. Semua keputusan terjadi sangat cepat, intuitif, naluriah, dan hampir seperti otomatis. Semua karakteristik ini hampir sama seperti yang dimiliki hewan.
Misalnya, kita terlahir dengan keahlian untuk mengenali objek, fokus perhatian kita pada stimulus yang penting, atau takut pada sesuatu yang berhubungan dengan kematian atau penyakit. Sistem satu juga berhubungan dengan aktivitas mental yang sering dilakukan sehingga menjadi lebih cepat dan lebih otomatis.
Contoh, Berapa 2+2? Siapa nama ibu kandungmu? Pertanyaan ini ibaratnya tidak butuh waktu lama untukmu berpikir jawabannya. Karena berhubungan dengan pengetahuan yang sifatnya intuitif. Sistem satu juga berhubungan dengan keahlian yang dipelajari, misalnya membaca buku, mengendarai sepeda, atau bagaimana bersikap di situasi sosial tertentu.
Sistem lainnya yaitu sistem dua atau dikenal sebagai pikiran lambat. Di sistem dua, semua aktivitas membutuhkan perhatian, rasional, dan penuh perhitungan. Ketika perhatian kamu buyar, maka kinerja kamu pasti menurun drastis. Kita menggunakan sistem dua saat melakukan analisa, problem solving, dan memecahkan hal-hal yang rumit.
Misalnya, saat kita sedang parkir di tempat yang sempit. Di situasi tersebut tentu saja tidak bijak apabila kita parkir sambil mengobrol dengan orang lain, karena hal ini bisa mengganggu perhatian. Tapi kelemahannya, sistem dua bukan hanya lambat tapi juga “pemalas”. Hal ini terjadi karena penggunaan sistem dua mengakibatkan otak kita terkuras banyak energi.
Ada contoh yang menarik. Sebuah alat pemukul dan bola tenis seharga Rp 110.000. Alat pemukulnya seharga Rp 100.000 lebih mahal daripada bola tenisnya. Pertanyaannya, berapa harga bola tenis tersebut? Coba saya kasih waktu sebentar untuk kamu berpikir. Oke, sudah tahu jawabannya berapa? Mayoritas orang mungkin akan menjawab Rp 10.000. Ini merupakan hasil dari sistem satu yang sifatnya intuitif dan otomatis. Namun, ternyata salah. Coba kamu hitung ulang. Jawaban yang benar adalah Rp 5.000.
Ketika kamu berada dalam situasi yang sulit, sistem satu biasanya memanggil sistem dua untuk menyelesaikannya. Namun dalam contoh alat pemukul dan bola tenis, kita tertipu oleh sistem satu. Contoh ini menekankan betapa malasnya kita dalam berpikir. Ketika kita menggunakan otak, maka kita berusaha untuk menggunakan energi sehemat mungkin. Ini merupakan aturan yang ada di dalam otak. Karena menggunakan sistem dua membutuhkan banyak energi, maka otak kita melewatkannya dan hanya menggunakan sistem satu.
Perlu dipahami, ada 35.000 jenis keputusan yang kita ambil setiap harinya. Hampir semua keputusan itu kita buat berdasarkan sistem satu. Masalah muncul saat kita memutuskan hal yang penting dengan sistem satu.
Kedua, Cara Membuat Keputusan
Bagaimana cara kita membuat keputusan? Sejak dulu kita diajarkan kalau keputusan diambil berdasarkan argumen yang rasional. Kita beranggapan ketika seseorang membuat sebuah keputusan mereka hanya melihat argumen rasional dan membuat pilhan yang paling baik dari semuanya.
Ada contoh yang menarik, coba bayangkan dua orang bernama John dan Jenny. Mereka punya uang sejumlah Rp 500.000.000. Jika dua orang ini memiliki kekayaan yang sama, seharusnya dua orang ini sama bahagianya? Namun bagaimana jika di contoh tersebut terjadi hal seperti ini. Kekayaan mereka berasal dari permainan judi dan mereka memiliki titik awal yang berbeda. John datang ke kasino dengan membawa uang Rp 100.000.000, lalu melipat gandakannya menjadi Rp 500.000.000. Berbeda dengan Jenny, dia datang ke kasino dengan membawa Rp 900.000.000. Lalu pulang dengan sisa uang Rp 500.000.000.
Apakah mereka berdua akan sama bahagianya? Tentu saja tidakkan?! Artinya ada cara lain bagaimana kita menghargai sesuatu daripada hanya angka semata. Seringkali kita membuat keputusan dengan cepat. Agar dapat memahami dunia, otak kita ibaratnya menciptakan jalan pintas yang disebut dengan heuristik. Hal ini tentunya sangat bermanfaat, namun masalah akan datang ketika digunakan di situasi yang tidak tepat.
Ada contoh heuristik umum yang dikenal dengan subtitution heuristic. Subtitution heuristic adalah saat menjawab pertanyaan yang lebih mudah pada pertanyaan sebenarnya. Contohnya, ada seorang kandidat yang melamar menjadi pegawai toko. Kira-kira seberapa sukses dia bekerja? Kita secara otomatis mengganti pertanyaannya seperti ini. Apakah kandidat itu, tampak seperti seseorang yang bisa menjadi penjaga toko sukses? Bukannya mencari tahu lebih jauh kandidat tersebut. Kita malah bertanya ke diri sendiri pertanyaan yang lebih mudah. Apakah kandidat tersebut cocok dengan bayangan di otak kita terkait pegawai toko yang sukses atau tidak? Jika kandidat tersebut tidak sesuai, maka akan ditolak. Meskipun kandidat tersebut memiliki segudang pengalaman sebelumnya dan telah berprestasi menjadi penjaga toko yang sukses.
Ketiga, Hambatan dalam Berpikir
Seringkali kita saat mengambil kesimpulan mengalami hambatan yang biasa disebut dengan bias kognitif. Berikut adalah bias kognitif yang mungkin pernah kita alami:
- Bias Jangkar (Anchoring Bias). Secara definisi, bias jangkar adalah kecenderungan orang untuk berpegang teguh pada informasi pertama kali yang didapatkan dan tidak peduli benar atau salah informasi tersebut. Contohnya ketika belanja baju, di label harganya ada tulisan berapa diskon dan harga awalnya. Harga awalnya merupakan bias jangkar yang digunakan oleh penjual baju untuk kita merasa untung, karena kita mendapatkan harga yang lebih murah. Padahal mungkin saja setiap hari selalu ada diskon.
- Loss Aversion. Secara konsep, Loss aversion adalah perilaku ekonomi yang menjelaskan kalau mayoritas orang menghindari kerugian. Karena rasa sakit kehilangan lebih besar daripada potensi keuntungan di masa depan. Contohnya kita akan lebih kesal kehilangan uang Rp 10.000.000 dibandingkan dapat uang Rp 10.000.000. Daniel Kahneman berpendapat bahwa rasa sakit dua kali lipat lebih besar daripada rasa senang. Contoh lain ketika kita belanja online kemudian ada tulisan sisa satu produk produk lagi. Pasti kita akan buru-buru membelinya, apa penyebabnya? Karena kita takut kehilangan kesempatan untuk membeli produk tersebut. Padahal sebenarnya kita tidak butuh produk tersebut.
- Framing Effect adalah cara kita membingkai informasi baik secara negatif ataupun positif. Contohnya, kamu sedang sakit parah dan harus dioperasi. Dokter pertama menyampaikan potensi operasi ini akan 80% berhasil. Kemudian dokter kedua bilang, kemungkinan 20% operasi ini akan gagal. Setelah mendengarkan pernyataan dari dokter, kemudian kamu diminta untuk mengambil keputusan apakah kamu memutuskan operasi atau tidak. Walaupun dalm hal statisik dua hal tersebut sama, namun banyak orang memilih untuk operasi. apabila diberikan pernyataan oleh dokter pertama, karena disampaikan dengan cara yang positif.
Bias kognitif bisa terjadi kepada siapa saja, bahkan ke orang pintar sekalipun. Oleh karena itu, jangan hanya bergantung pada intuisi. Tentu saja intuisi adalah hal yang baik, akan tetapi harus diseimbangkan dengan logika pemikiran yang rasional.
Kesimpulan
- Jangan terlalu cepat mengambil keputusan. Ingat! Di otak kita ada dua sistem, yaitu sistem satu dan dua. Kesalahan dalam menggunakan sistem yang tepat disituasi ideal akan berakibat fatal.
- Kita tidak hanya berpikir secara rasional. Seringkali kita berpikir kalau kita termasuk yang paling rasional. Namun dalam mengambil sebuah keputusan, kita tidak hanya mengambil dari sisi rasional semata.
- Bias dalam berpikir. Jangan menjadi orang paling pintar atau paling hebat. Kadang keputusan yang kamu buat, pasti ada yang salah. Seringkali justru ketika kamu seorang ahli malah kamu berpeluang mengambil keputusan lebih fatal.
Semoga bermanfaat. Sebagai bentuk dukunganmu terhadap blog pribadi ini, caranya mudah sekali. Hanya tinggalkan komentarmu dan sebarkan tulisan ini kepada siapapun. Terima kasih banyak.