Cara Berpikir Rasional

Advertisements

SPW – Kita itu ternyata tidak serasional yang kita pikir. Rasa takut kalah membuat kita mengambil keputusan yang tidak rasional. Kali ini saya membahas buku berjudul Sway karya Ori Brafman dan Rom Brafman yang membahas mengapa perilaku manusia suka pada hal tidak logika.

Tentu saja semua orang mengaku kalau dirinya merupakan orang yang rasional tapi dibeberapa kesempatan mereka seringkali mengambil keputusan yang tidak rasional. Misalnya, kenapa kita sulit keluar dari hubungan percintaan yang toksik? Kenapa kita dengerin sebuah nasehat hanya karena berasal dari seseorang yang penting atau kelihatan kredibel. Padahal hasil yang sama kita juga dengarkan dari orang lain tapi tidak kita pedulikan. Ini adalah contoh kecil dari sekian banyak perilaku irasional yang seringkali kita lakukan.

Tiga Hal Penting dari Buku Berjudul Sway karya Ori Brafman dan Rom Brafman:

Pertama, Rasa Takut Kalah Menyebabkan Tidak Rasional (Irasional)

Kenapa kita suka bertindak irasional? Sederhananya tidak ada yang suka kalah. Ketakutan kita terkait kekalahan merupakan salah satu faktor yang mendorong bertindak irasional. Hal ini seringkali disebut sebagai loss aversion. Menariknya rasa sakit akibat kekalahan lebih kuat daripada rasa senang ketika menang. Jadi ketika ada resiko kalau kita akan kalah, maka kita akan berusaha melakukan apapun untuk mencegahnya.

Ada riset yang menarik, Ori dan Rom mengukur penjualan telur ketika harga naik dan turun. Ketika harganya turun, mayoritas orang hanya menambahkan pesanan mereka dalam jumlah sedikit. Namun ketika harganya naik, mayoritas orang malah mengurangi jumlah konsumsi telur mereka hingga dua setengah kali. Harga yang naik membuat kita merasa kehilangan uang, jadi kita memberikan respon seperti itu.

Kecenderungan loss aversion ternyata bisa membuat kita melakukan kesalahan yang fatal. Bayangkan kamu sedang telat dan mobil di depan kamu jalannya lambat sekali. Kamu berusaha untuk klakson dan mencoba melewati tapi tidak diberi jalan. Lama-kelamaan kamu pun jadi kesal, hingga akhirnya kamu berusaha mendahului mobil tersebut. Namun dengan posisi yang berbahaya. Saking takutnya telat, kita rela melakukan hal berbahaya. Tentu kerugian mengalami kecelakaan lebih besar daripada hanya telat beberapa menit. Namun di momen tersebut mayoritas orang tidak bisa berpikir dengan jernih.

Ada fakta menarik, semakin dalam kerugian yang tidak terima semakin sulit bagi seseorang untuk berpikir secara rasional. Sempat di awal tulisan dibahas kalau pada saat dasarnya mayoritas orang menghindari kerugian. Pernyataan itu betul, tapi ketika sudah rugi kamu cenderung mengambil keputusan yang membuat kerugian itu semakin besar.

Contoh yang paling sering ditemui adalah saat investasi. Misalnya kamu sedang investasi di perusahaan A, harga sahamnya mulai turun dari 3.000 menjadi 2.500. Kamu tidak mau menjual karena berharap harganya pasti kembali naik, padahal kondisi perusahaannya sudah memburuk. Kamu tetap bertahan hingga akhirnya harga saham perusahaan hanya tinggal 1.000.

Ketika dihadapkan dengan sebuah fakta, kita cenderung hanya mencari informasi yang cocok dengan pemikiran kita. Inilah yang membuat kita tetap bertahan pada saham perusahaan yang terus turun karena kita masih menganggap kalau suatu saat akan naik.

Nah, setelah semua tindakan tersebut selesai, barulah kita sadar kalau selama ini kita menjalani keputusan yang keliru.

Kedua, Impresi Pertama Segalanya

Apakah pandangan pertama itu penting? Tentu saja hal ini menentukan segalanya. Impresi pertama kita hampir selalu bentuk persepsi kita tentang seseorang, sebuah benda, dan sebagainya. Bahkan saking pentingnya ibarat tidak punya kesempatan kedua apabila persepsi awal yang dibangun sudah salah.

Contoh pemain basket yang direkrut diusia 25 tahun ke atas. Mereka akhirnya bermain di lapangan juga lebih sedikit. Seringkali tanpa sadar dianggap sebagai pemain yang buruk oleh pelatihnya. Kesalahan berpikir ini sangat merugikan pemain, bahkan karir mereka menjadi lebih pendek dibandingkan para pemain yang direkrut ketika usia masih muda.

Ketika bicara soal persepsi, individu yang terlibat merupakan faktor yang sangat penting. Misalnya kita mendengar sebuah ide bisnis dari seseorang yang tidak kita sukai. Kita mungkin menganggap idenya buruk, lebih kacaunya lagi apabila ide tersebut sudah kita dengar pertama kali dari orang yang kita sukai. Terkait dalam hal ini, nilai seseorang berdasarkan kesukaan kita terhadap diri mereka sehingga mempengaruhi impresi pertama kita terhadap sebuah ide bisnis.

Advertisements

Contoh menarik dari seorang pebisnis sukses bernama Nathan Handwerker. Pada tahun 1916 Nathan membuka toko hotdog pertamanya di New York. Walaupun harga hotdog yang dijualnya setengah harga lebih murah dari kompetitor. Nathan masih kesulitan untuk menarik konsumen, hingga suatu hari ada sebuah ide cemerlang dari Nathan untuk merekrut dokter yang menggunakan jaslab warna putih untuk datang ke tokonya dan makan hotdog di sana.

Calon konsumen mulai menyadari kalau dokter saja mau beli hotdog di sana. Hal ini lama-kelamaan membuat hotdog mulai dikenal dan laku keras.

Ketiga, Rasa Keadilan Mempengaruhi Keputusan

Apakah keadilan penting? Saya rasa mayoritas orang sepakat kalau keadilan itu sangat penting. Perilaku kita sangat dipengaruhi oleh persepsi kita terkait keadilan. Di sebuah riset, peneliti memisahkan dua responden di ruangan yang berbeda. Orang pertama menerima uang Rp100.000 dan diberitahu kalau responden itu berhak untuk menentukan berapa banyak yang harus dibagi dengan orang kedua. Selanjutnya peneliti bertanya kepada orang kedua, apakah dia bersedia menerima pembagian dari orang pertama? Jika bersedia maka uang itu akan dibagi sesuai dengan pembagian tersebut. Jika tidak, maka mereka berdua tidak mendapatkan apa-apa.

Menariknya ketika orang kedua merasa kalau pembagian tersebut tidak adil maka mereka cenderung menolaknya. Padahal kalau dipikir secara rasional mendapatkan uang walaupun lebih sedikit, lebih baik daripada tidak sama sekali. Akan tetapi persepsi kita terkait keadilan, membuat kita menolak tawaran tersebut dan memilih lebih baik tidak mendapatkan apa-apa.

Fakta menarik, makna keadilan itu berbeda di wilayah yang berbeda. Misalnya, acara TV yang sangat populer yaitu Who Wants to Be a Millionaire. Acara dimana kamu akan menjawab soal pilihan ganda. Setiap jawaban yang benar akan mendekatkan kamu pada hadiah utamanya yaitu satu miliar rupiah.

Di Prancis ketika salah satu kontestan ditanya pertanyaan yang mudah terkait, apa yang mengelilingi bumi? Bulan, matahari atau planet Mars. Kontestan pun meminta bantuan pada penonton. Hasil jawaban penonton 2% memilih Mars, 42% memilih bulan, dan 56% memilih matahari. Kenapa jawaban penonton mengarahkan kontestan pada jawaban yang salah? Hal ini disebabkan karena penonton atas asas keadilan yang berbeda. Bagi mereka apabila kontestan itu tidak tahu jawaban dari pertanyaan yang mudah, maka dia tidak pantas untuk menang dan hal ini menjadi tidak adil jika mereka membantunya.

Hal ini yang membuat keadilan itu berbeda konteks wilayahnya. Data menunjukkan penonton Amerika cenderung membantu kontestan terlepas dari keahlian individu tersebut menjawab. Berkebalikan dengan penonton di Rusia, mereka cenderung memberikan jawaban yang salah. Mereka tidak peduli apakah kontestan itu terlihat kompeten atau tidak.

Kesimpulan

1. Resep takut kalah membuat kita menjadi irasional. Ketika ada resiko kalau kita kalah, maka kita akan berusaha melakukan apapun untuk mencegahnya. Akibatnya, kadang keputusan yang dibuat ternyata berdampak buruk di masa depan.

2. Pandangan pertama sangat penting. Impresi pertama kita hampir selalu membentuk persepsi kita tentang seseorang, sebuah benda, dan sebagainya. Bahkan saking pentingnya, ibaratnya tidak punya kesempatan kedua. Jadi, pastikan kita sudah memberikan impresi pertama yang baik.

3. Rasa keadilan sangat berpengaruh. Perilaku kita sangat dipengaruhi dari persepsi terhadap keadilan. Apabila kita merasa dicurangi atau ditipu, kita lebih baik tidak mendapatkan apa-apa daripada harus berhubungan dengan orang tersebut.


Semoga bermanfaat. Sebagai bentuk dukunganmu terhadap blog pribadi ini, caranya mudah sekali. Hanya tinggalkan komentarmu dan sebarkan tulisan ini kepada siapapun. Terima kasih banyak.

Advertisements
Lulusan Psikologi. Instruktur materi ajar terkait Improvement & People Development. Penulis resmi Personal Blog Singgih Pandu Wicaksono. Hobi membaca, menulis, dan berolahraga. 10 tahun berpengalaman di bidang Human Capital dan saat ini berposisi sebagai Head of Human Capital di Perusahaan Alat Berat Nasional yang bergerak di Mining (Pertambangan) dan Konstruksi (Construction).

Related Posts

Cara Menerapkan Kebiasan Baik Menjadi Lebih Mudah

Advertisements SPW – Hidup sukses bukan berasal dari hal besar yang kita lakukan, namun dari hal kecil yang dilakukan secara konsisten. Kali ini saya membahas buku Tiny…

Tenang, Insya Allah Selalu Ada Jalan

Advertisements SPW – Di dunia ini saya akan menang atau saya akan belajar, tapi saya tidak akan pernah kalah. Kali ini saya akan membahas buku yang berjudul…

Cara Membentuk Budaya Perusahaan Efektif

Advertisements SPW – Banyak orang bilang kalau budaya perusahaan itu penting, tapi apakah kamu tahu apa artinya? Kali ini saya mengulas buku yang berjudul What You Do…

The Psychology of Selling

Advertisements SPW – Menjadi jago jualan perlu memiliki mindset yang tepat dulu sebelum berjualan. Kali ini saya akan membahas buku berjudul The Psychology of Selling karya Brian…

Rencana Singkat Disisa Hidupmu

Advertisements SPW – Kadang dalam hidup kita tidak selalu mendapatkan pilihan yang bagus, yang jauh lebih penting adalah melakukan hal terbaik dari pilihan apapun yang didapatkan. Kali…

Berpikir Berbeda – Kreatif dan Inovatif

Advertisements SPW – Menjadi original tidak perlu menjadi yang pertama, tetapi menjadi yang berbeda dan lebih baik. Kali ini saya akan membahas buku yang berjudul Originals karya…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *