SPW – Media sosial jangan hanya digunakan untuk hiburan atau baca berita viral, tapi bisa juga digunakan untuk perubahan positif. Kali ini saya akan bahas buku berjudul The Dragonfly Effect karya Jennifer Aaker, Andy Smith, dan Carlye Adler terkait bagaimana menggunakan media sosial untuk menciptakan perubahan sosial.
Media sosial boleh dibilang sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Kita mungkin menghabiskan waktu berjam-jam di media sosial entah itu untuk hiburan, berinteraksi dengan teman, dan lain sebagainya. Banyak buku mengajarkan kita untuk menggunakan media sosial dalam hal kompetisi bisnis, Namun tidak banyak yang menjelaskan bagaimana menggunakan media sosial dapat mendorong perubahan kearah yang lebih baik.
Jennifer Aaker, Andy Smith, dan Carlye Adler berusaha menjelaskan langkah demi langkah agar kita bisa menggunakan media sosial untuk memberikan dampak positif.
Tiga Hal Penting dari buku The Dragonfly Effect karya Jennifer Aaker, Andy Smith, dan Carlye Adler:
Pertama, Apa itu Dragonfly Effect?
Sebuah kisah menarik dari Samir yang merupakan seorang pengusaha di Silicon Valley. Suatu hari saat perjalanan ke Mumbai dia merasa tidak enak badan. Ketika diperiksa lebih lanjut, Samir didiagnosa mengidap leukemia mieloblastik akut. Penyakit leukemia mieloblastik adalah kanker darah yang dimulai dari sumsum tulang lalu sel darah putihnya berkembang secara tidak wajar dan mengganggu produksi sel darah merah normal. Samir menghadapi tantangan hidup yang berat.
Setengah dari kasus leukimia yang baru, berakhir meninggal dunia setelah menjalani kemoterapi dan perawatan lain selama berbulan-bulan. Dokter mengatakan, kalau pilihan satu-satunya adalah transpalasi sumsum tulang belakang. Namun tantangan utamanya adalah mencari donor dengan tulang sumsum yang mirip. Hal ini sangat sulit karena Samir mewarisi gen langka dari ayahnya, sehingga tingkat kecocokan tulang sumsum dengan anggota keluarga yang lain sangat rendah.
Pilihan terakhir adalah mencari di National Marrow Donor Program Amerika Serikat. Untuk mencari donor yang cocok biasanya berasal dari etnis yang sama. Namun data yang tersedia hanya 1,4 persen yang berasal dari Asia Selatan. Teman-teman Samir lalu mulai memanfaatkan media sosial untuk membantu mencari donor tulang sumsum yang cocok.
Kisah Samir lalu viral di media sosial dan dalam waktu berapa bulan, akhirnya dia menemukan donor yang cocok. Inilah yang disebut oleh Jennifer Aaker, Andy Smith, dan Carlye Adler sebagai Dragonfly Effect.
Kedua, Menciptakan Gerakan Sosial
Sebagai informasi, Capung merupakan satu-satunya serangga yang bisa terbang ke arah manapun ketika keempat sayapnya bergerak beraturan. Hal ini yang membuat capung menjadi simbol pentingnya keselarasan dan bagaimana sebuah hal kecil bisa menciptakan perubahan yang besar.
Jennifer Aaker, Andy Smith, dan Carlye Adler menjelaskan Dragonfly effect dalam empat bagian sesuai dengan jumlah sayapnya, yaitu focus, grab attention, engage, dan take action.
Bagaimana kita bisa menggunakan media sosial untuk mendorong perubahan?
Pertama adalah fokus. Untuk bisa menjalankan sebuah kampanye yang sukses, kamu perlu fokus pada hasil apa yang ingin kamu raih. Jika melihat dari contoh Samir, lingkaran sosialnya menanggapi situasi dialami Samir dengan pendekatan yang berbeda. Temannya berusaha untuk membantu Samir, ibaratnya seperti melakukan tantangan bisnis. Jika mereka ingin menemukan donor yang cocok bagi Samir, maka mereka harus mendorong banyak orang untuk mendaftarkan dirinya dalam program donor tulang sumsum yang harapannya nanti banyak yang mendaftar dan menemukan ada satu yang cocok dengan Samir.
Menurut hitungan awal, mereka membutuhkan sekitar 20.000 orang dengan etnis Asia Selatan untuk mendaftarkan dirinya. Tentunya tidak mudah dalam jumlah yang banyak. Strategi mereka adalah menggunakan kekuatan internet dan fokus pada komunitas Asia Selatan di Amerika Serikat.
Langkah pertama ada temannya mengirimkan email kepada orang terdekat, rekan bisnis keturunan Asia Selatan di Amerika Serikat, dan teman kuliah Samir. Mereka menjelaskan kondisi yang dialami oleh Samir dan sedang membutuhkan donor tulang sumsum. Di email itu juga dijelaskan secara detail apa yang harus pembaca lakukan:
- Mendaftarkan diri mereka ke dalam program donor tulang sumsum.
- Membagikan informasi ini kepada orang lain.
- Untuk informasi lebih lanjut, mereka juga sudah membuatkan website khusus untuk membantu memahami apa yang dialami oleh Samir.
Hasilnya sungguh diluar dugaan, dalam waktu 40 jam email tersebut telah menjangkau 35 ribu orang dari yang awalnya disebar ke 500 orang. Selama hampir tiga bulan, hampir 25.000 orang telah dengan sukarela mendaftarkan diri dan Samir akhirnya menemukan donor yang cocok.
Selain fokus, sebuah kampanye media sosial juga perlu menarik perhatian. Namun tidak selalu soal kisah seperti Samir, yang penting orang lain merasakan kalau kita tulus atau mengejutkan. Ini yang pernah dilakukan oleh Coca Cola pada tahun 2009. Saat itu mereka berusaha untuk mencari cara untuk terhubung dengan konsumen muda. Biasanya dengan pasang iklan di media massa atau iklan di superbowl pertandingan final sepak bola yang sangat populer di Amerika Serikat. Namun Coca Cola mengambil jalan lain, yaitu dengan menjalankan kampanye happiness machine.
Jadi sebelum ujian akhir semester, Coca Cola menaruh vending machine di kantin salah satu universitas di Amerika Serikat. Vending machine itu tidak hanya mengeluarkan Coca Cola, tapi juga berbagai kejutan. Misalnya saat seorang mahasiswa membeli satu Coca Cola, tapi yang keluar lima Coca Cola. Tidak hanya itu, mahasiswa lain mendapat hadiah seperti pizza, bunga, dan sebagainya.
Para mahasiswa senang atas kejutan yang diberikan oleh Coca Cola. Mereka lalu membagikannya kepada mahasiswa yang lain. Coca Cola lalu membuat video dari kampanye itu dan mempostingnya di Youtube. Kurun waktu dua minggu, video itu telah ditonton lebih dari dua juta orang.
Ketiga, Mengajak Orang Lain untuk Ikut berkampanye Di Media Sosial
Di media sosial, hal yang paling sulit adalah membuat orang lain engage. Bagaimana mereka bisa ikut dalam kampanye yang kamu buat? Hal ini disebabkan, kamu tidak hanya butuh alasan rasional, tapi juga emosional kenapa para netizen harus ikutan.
Ada kisah dari Alex Scott sebelum usianya setahun. Alex didiagnosa menderita neuroblastoma, suatu bentuk kanker langka yang agresif. Tumornya sudah diangkat dari punggung Alex, tapi dokter mengatakan kepada orangtuanya apabila Alex berhasil mengalahkan kanker. Mungkin saja dia tidak bisa berjalan lagi seumur hidup.
Dua minggu kemudian, Alex menunjukkan keajaiban. Dia bisa menggerakkan kakinya. Ketika Alex berumur empat tahun, setelah menerima transplantasi stem cell, dia punya rencana besar. Ketika pulang dari rumah sakit, dia ingin buka toko untuk menjual minuman dari lemon. Uangnya akan digunakan untuk riset kanker anak.
Mungkin sedikit sejarah, menjual minuman dari lemon merupakan simbol kewirausahaan sejak dini bagi anak di Amerika Serikat. Awalnya orang tua Alex menertawakan idenya, tapi Alex tidak berkecil hati dan mengiklankan tokonya, dengan memberitahukan bahwa uang yang terkumpul akan digunakan untuk pengembangan riset kanker anak-anak. Tanpa disangka, Alex berhasil mengumpulkan $2.000 di tahun pertama.
Kisah Alex begitu menyentuh, hingga gerakan ini lalu diikuti oleh berbagai komunitas di 50 negara bagian Amerika Serikat. Sebelum Alex meninggal dunia pada usianya ke-8 tahun, dia telah berhasil mengumpulkan $957.762 untuk mendanai riset kanker.
Kesimpulan
Media sosial tidak hanya merupakan ajang pamer mengetahui berita terbaru tapi juga bisa menjadi penggerak perubahan yang positif.
Semoga bermanfaat. Sebagai bentuk dukunganmu terhadap blog pribadi ini caranya mudah sekali. Hanya tinggalkan komentarmu dan sebarkan tulisan ini kepada siapapun. Terima kasih banyak.